Sang mentari baru saja menampakan diri dari upuk timur. Langit masih biru yang belum diselimuti oleh awan-awan putih. Sinar matahari yang perlahan berjalan menuju ke arah Barat. Ia memantulkan cahayanya di atas atap-atap yang terbuat dari pohon jaka iya orang Bali biasa menyebutnya dengan Duk. Sinar matahari mulai berada di ubun-ubun kepala panasnya membakar kulit, tetapi hal itu sama sekali tidak mengurangi semangat umat Hindu dalam menjalani kepercayaannya terhadap Tuhan. Alunan suara genta, semerbaknya aroma dupa dan bunga, warna-warni kain yang mengikat pada setiap pelinggih dan kibaran umbul-umbul yang ditiup angin pada setiap upacara keagamaan Hindu di Bali.Tiang yang tingginya kurang lebih 2 meter ini berdiri di samping kanan, atapnya melengkung dan ditutupi kain berwarna-warni. Melindungi dari hujan dan sinar matahari itu fungsi dari tedung bali. Tedung Bali atau boleh juga disebut dengan pajeng ini selalu menghiasi merajan atau pura disaat upacara karena merupakan bagian dari pernak-pernik upacara agama. Batang tedung dipolesi cat berwarna coklat itu terlihat manis bagi yang melihatnya. Begitupu dengan iga-iga yang terdapat dibalik kain berwarna-warni itu yang berjumlah 35 rusuk, tak lupa diberi warna sesuai denga kain yang menutupinya. Di sela iga-iga terlihat beberapa helai benang wol, benang dirajut dari iga satu dilanjutkan ke iga-iga selanjutnya. Dari tumpukan benang wol yang telah dirajut terdapat di tengah-tengah rangka tedung yang berdiri di samping kanan pelinggih di merajan.
Tedung tidak berdiri sendiri saat upacara agama, di sisi kiri terdapat tiang yang terbuat dari besi berukuran 2,5 meter. Tiang yang terbuat dari besi ini pada ujungnya dibuat melengkung agar kain umbul-umbul bisa mengikuti bentuk tiang tersebut. Kain umbul-umbul yang berwarna-warni berkibar saat ditiup angin, terdapat gambar Naga Taksaka yang memiliki arti penguasaan alam atas. Pada ujung kain harus terdapat gantungan yang berbentuk hati itulah yang disebut umbul-umbul dalam upacara keagamaan Hindu di Bali.
Tedung tidak berdiri sendiri saat upacara agama, di sisi kiri terdapat tiang yang terbuat dari besi berukuran 2,5 meter. Tiang yang terbuat dari besi ini pada ujungnya dibuat melengkung agar kain umbul-umbul bisa mengikuti bentuk tiang tersebut. Kain umbul-umbul yang berwarna-warni berkibar saat ditiup angin, terdapat gambar Naga Taksaka yang memiliki arti penguasaan alam atas. Pada ujung kain harus terdapat gantungan yang berbentuk hati itulah yang disebut umbul-umbul dalam upacara keagamaan Hindu di Bali.
Kain berwarna-warni terpasang atau mengikat pada setiap pelinggih. Kain warna-warni itu orang Bali biasa menyebutnya dengan wastra. Wastra harus ada setiap upacara keagamaan baik upacara kecil atau upacara besar. Kain yang mengikat indah pada pelinggih merupakan kamen pelinggih, pada setiap pelinggih memiliki warna kain yang berbeda-beda sesuai dengan pelinggihnya dan fungsinya. Pada pelinggih yang biasanya terletak pada pekarangan rumah yang menghadap ke barat atau bisa juga terletak di merajan atau sanggah yang terletak di sudut timur, di antara pelinggih yang lain pelinggih ini biasanya paling tinggi yang di sebut dengan surya atau padmasana. Pelinggih surya atau padmasana ini bisanya diikat atau wastranya berwarna putih dan kuning, begitupun dengan tedung dan umbul-umbulnya.
informasi yang diberikan menarik. aksisoris pelinggih itu lumayan banyak. kira kira dimana bisa beli yang murah dan bagus
BalasHapusmenarik bnget infonya, jadi lebih paham sama wastra pelinggih
BalasHapusjika ingin membeli aksesoris pelinggih baik wastra, umbul-umbul dan tedung bali bisa berkunjung ke toko Dewi Ratih jl. gusti ngurah rai n0 72 mengwi.Badung, Bali
BalasHapus